Karyawan Multitalenta: Aset atau Beban di Mata Perusahaan?

0
92
Karyawan Multitalenta: Aset atau Beban di Mata Perusahaan?”

Karyawan Multitalenta: Aset atau Beban di Mata Perusahaan? – Di era kerja modern yang serba cepat dan terus berubah, muncul satu tipe karyawan yang makin banyak diperbincangkan: karyawan multitalenta. Mereka adalah individu yang memiliki lebih dari satu keahlian inti bisa jadi seorang desainer yang juga jago copywriting, atau seorang analis data yang piawai di bidang pemasaran digital.

Namun, di balik pujian terhadap fleksibilitas dan kemampuan adaptasi mereka, muncul pertanyaan yang cukup menggelitik: apakah karyawan multitalenta benar-benar aset bagi perusahaan, atau justru bisa menjadi beban tersembunyi?

Karyawan multitalenta adalah mereka yang mampu menjalankan berbagai peran atau tugas lintas fungsi di dalam organisasi. Mereka biasanya memiliki latar belakang pendidikan yang beragam, pengalaman kerja yang luas, atau rasa ingin tahu yang tinggi terhadap berbagai bidang.

Contohnya, seorang staf administrasi yang juga mahir membuat konten media sosial, atau seorang HR yang bisa membantu dalam strategi komunikasi internal perusahaan.

Dari sudut pandang efisiensi, jelas karyawan multitalenta adalah aset berharga. Berikut beberapa alasannya:

  1. Fleksibilitas tinggi
    Mereka bisa mengisi banyak celah di organisasi, terutama saat ada kebutuhan mendadak atau tim sedang kekurangan personel.

  2. Hemat biaya
    Satu orang yang bisa mengerjakan dua atau tiga jenis pekerjaan bisa mengurangi kebutuhan merekrut banyak orang.

  3. Inovatif dan adaptif
    Karena terbiasa melihat masalah dari berbagai perspektif, mereka cenderung lebih kreatif dalam menemukan solusi.

  4. Mendorong kolaborasi
    Pemahaman lintas bidang membuat mereka bisa menjadi jembatan antar tim yang biasanya bekerja dalam silo.

Karyawan Multitalenta: Aset atau Beban di Mata Perusahaan?

Meski tampak ideal, karyawan multitalenta juga bisa menghadirkan tantangan tertentu, baik bagi perusahaan maupun bagi dirinya sendiri.

  1. Overload pekerjaan
    Sering kali mereka diberikan banyak tugas di luar job description karena dianggap “bisa semuanya”. Ini bisa berujung pada burnout.

  2. Kurangnya pengakuan peran
    Karena tidak memiliki satu spesialisasi yang jelas, kontribusi mereka kadang sulit diukur atau diapresiasi secara setara.

  3. Ambiguitas karier
    Jalur promosi bisa membingungkan, karena perusahaan tidak tahu harus menempatkan mereka di posisi apa. Akhirnya, potensi mereka tidak berkembang maksimal.

  4. Ekspektasi tidak realistis
    Perusahaan mungkin mulai bergantung terlalu besar pada satu orang, yang pada akhirnya menciptakan ketimpangan beban kerja.

Apakah multitalenta menjadi aset atau beban sebenarnya tergantung pada bagaimana perusahaan mengelolanya.

Perusahaan yang bijak akan:

  • Mengatur ekspektasi secara realistis, bukan terus-menerus “memanfaatkan” kemampuan ekstra karyawan.

  • Memberikan ruang untuk pengembangan diri, bukan hanya memaksimalkan output.

  • Menghargai kontribusi lintas bidang, termasuk dalam sistem penilaian dan jenjang karier.

  • Menempatkan multitalenta di posisi strategis, seperti project manager atau creative lead, di mana kemampuan lintas disiplin mereka menjadi kekuatan utama.

Karyawan multitalenta bukan superhero. Mereka tetap manusia biasa yang juga bisa lelah, bingung, dan butuh arahan. Alih-alih dianggap sebagai “serba bisa yang harus bisa semuanya”, mereka perlu ditempatkan di posisi yang menghargai keberagaman kemampuan mereka tanpa mengeksploitasi.

Jika dikelola dengan benar, mereka bisa menjadi penggerak utama perubahan dan inovasi dalam perusahaan. Tapi jika tidak, mereka bisa merasa terjebak dalam pusaran tuntutan yang justru membuat mereka kehilangan arah dan itu kerugian besar, bukan hanya bagi karyawan, tapi juga bagi perusahaan itu sendiri.

Baca Juga : https://blog.kitakerja.co.id/karier-di-titik-tengah-menyusun-ulang-tujuan-setelah-10-tahun-bekerja/