Fleksibel Tapi Melelahkan? Dampak Jam Kerja Tanpa Batas di Era Remote Work

0
64
Fleksibel Tapi Melelahkan? Dampak Jam Kerja Tanpa Batas di Era Remote Work

Fleksibel Tapi Melelahkan? Dampak Jam Kerja Tanpa Batas di Era Remote Work – Bekerja dari rumah dulu dianggap sebagai impian banyak orang. Tidak perlu bermacet-macetan, bisa bekerja sambil memakai piyama, dan bebas mengatur waktu sendiri. Namun setelah beberapa tahun hidup di era remote work, banyak karyawan mulai merasakan sisi lain dari fleksibilitas ini kelelahan mental, kebingungan batas waktu, dan tekanan yang seolah tak pernah berhenti.

Apakah jam kerja yang fleksibel benar-benar memberi kebebasan, atau justru menciptakan jebakan baru yang lebih halus?

Salah satu daya tarik utama remote work adalah fleksibilitas. Tapi kenyataannya, banyak pekerja justru kesulitan memisahkan kehidupan pribadi dan pekerjaan. Notifikasi masuk di malam hari, permintaan rapat mendadak di akhir pekan, atau tugas yang terus berjalan tanpa batas waktu yang jelas menjadi hal yang lumrah.

Fleksibilitas ini perlahan mengikis batas antara “jam kerja” dan “jam istirahat”. Banyak yang merasa selalu harus “standby” seolah kantor kini pindah ke dalam ponsel dan laptop mereka.

Salah satu dampak paling nyata dari jam kerja tanpa batas adalah meningkatnya kasus burnout. Berbeda dengan stres kerja biasa, burnout membuat seseorang merasa lelah secara emosional, kehilangan motivasi, dan merasa terputus dari pekerjaannya.

Ironisnya, karena bekerja dari rumah, banyak yang merasa tidak berhak mengeluh. Mereka merasa harus bersyukur karena masih punya pekerjaan, meski pada kenyataannya tubuh dan pikiran mereka sudah kewalahan.

Isolasi sosial, kurangnya interaksi tatap muka, dan tekanan untuk selalu terlihat “online” juga memperparah kondisi ini. Kita bisa berada di rumah, tapi pikiran kita tidak pernah benar-benar istirahat.

Beberapa perusahaan menganggap remote work meningkatkan produktivitas — setidaknya di atas kertas. Namun, jika dilihat lebih dalam, yang terjadi seringkali adalah overworking, bukan produktivitas yang sehat.

Banyak pekerja bekerja lebih dari 8 jam sehari, tanpa sadar karena waktu menjadi sangat cair. Tidak ada jam pulang yang jelas, tidak ada rekan kerja yang mengajak istirahat makan siang, dan tidak ada perjalanan pulang yang memberi sinyal bahwa hari kerja telah selesai.

Fleksibel Tapi Melelahkan? Dampak Jam Kerja Tanpa Batas di Era Remote Work

Untuk menghadapi tantangan ini, baik perusahaan maupun individu perlu aktif membangun ulang batasan kerja yang sehat:

  1. Tentukan jam kerja yang jelas dan berkomitmen untuk menghormatinya.

  2. Gunakan fitur “Do Not Disturb” di aplikasi kerja setelah jam kantor.

  3. Ciptakan ruang kerja terpisah (jika memungkinkan) untuk membedakan ruang pribadi dan profesional.

  4. Perusahaan perlu menetapkan kebijakan komunikasi yang tidak menuntut respons instan di luar jam kerja.

  5. Ambil jeda dengan sadar, meskipun hanya 5–10 menit, untuk melepaskan ketegangan.

Remote work bukan musuh. Ia memberi banyak keuntungan efisiensi waktu, fleksibilitas lokasi, dan penghematan biaya. Tapi seperti semua hal, ia butuh keseimbangan.

Fleksibilitas tanpa batas bisa berubah menjadi beban tak kasat mata jika tidak dikelola dengan bijak. Di era kerja digital ini, tantangannya bukan hanya menyelesaikan pekerjaan, tapi juga menjaga diri agar tetap sehat secara mental dan emosional.

Karena pada akhirnya, kita bekerja untuk hidup  bukan hidup untuk bekerja.

Baca Juga : https://blog.kitakerja.co.id/membangun-jaringan-profesional-dari-networking-event-hingga-media-sosial/