Overachiever Burnout: Ketika Ambisi Justru Jadi Boomerang

0
61
Overachiever Burnout: Ketika Ambisi Justru Jadi Boomrang

Overachiever Burnout: Ketika Ambisi Justru Jadi Boomrang -Dalam dunia kerja yang serba cepat dan kompetitif, menjadi ambisius sering kali dianggap sebagai kunci menuju kesuksesan. Orang-orang yang selalu ingin lebih, bekerja keras tanpa kenal lelah, dan terus mendorong batas kemampuan mereka, biasa disebut sebagai overachiever. Mereka adalah sosok yang sering dipuji, dijadikan teladan, bahkan “diidolakan” dalam lingkungan profesional.

Namun, di balik pencapaian dan produktivitas tinggi itu, ada sisi gelap yang jarang dibicarakan: burnout.

Overachiever burnout adalah kondisi kelelahan fisik, emosional, dan mental yang muncul akibat dorongan terus-menerus untuk meraih lebih—lebih cepat, lebih banyak, lebih baik. Berbeda dari burnout biasa, kelelahan ini justru menimpa mereka yang secara performa terlihat paling ‘sukses’ di mata orang lain.

Masalahnya, ambisi yang tidak dikelola dengan bijak bisa berubah menjadi beban yang perlahan menggerogoti diri sendiri.

Kamu mungkin tidak menyadari bahwa kamu sedang mengalami overachiever burnout. Beberapa tanda umum yang patut diwaspadai antara lain:

  • Merasa lelah terus-menerus meskipun tidur cukup.

  • Sulit menikmati pencapaian sendiri, selalu merasa “belum cukup”.

  • Produktif tapi tidak bahagia.

  • Gelisah saat tidak bekerja, bahkan di akhir pekan.

  • Memiliki ekspektasi tidak realistis terhadap diri sendiri (dan orang lain).

  • Merasa gagal meski sebenarnya sudah melakukan banyak hal.

Kenapa Overachiever Rentan Burnout?

  1. Standar Diri yang Terlalu Tinggi
    Overachiever sering kali menetapkan standar ekstrem—mereka tidak hanya ingin menyelesaikan tugas, tapi ingin menjadi yang terbaik. Hal ini menciptakan tekanan konstan yang tak pernah reda.

  2. Sulit Mengatakan Tidak
    Karena ingin dianggap mampu, mereka cenderung menerima semua tantangan, bahkan ketika kapasitas sudah penuh.

  3. Validasi Eksternal
    Banyak overachiever mengukur harga diri dari pengakuan luar. Ketika pujian berhenti datang, mereka merasa tidak cukup berharga.

  4. Takut Terlihat Lemah
    Mengakui lelah atau butuh istirahat dianggap sebagai kelemahan. Mereka terus mendorong diri walau sinyal tubuh dan pikiran sudah memohon untuk berhenti.

Overachiever Burnout: Ketika Ambisi Justru Jadi Boomrang

Jika dibiarkan, overachiever burnout bisa berdampak serius pada kesehatan fisik dan mental. Gangguan tidur, kecemasan, depresi, hingga penyakit psikosomatis bisa muncul. Dalam jangka panjang, bukan hanya performa kerja yang menurun, tapi juga kualitas hidup secara keseluruhan.

Lalu, Harus Bagaimana?

  1. Redefinisi Makna Sukses
    Sukses bukan selalu tentang pencapaian besar. Bisa menjaga keseimbangan hidup dan merasa damai dengan diri sendiri juga bentuk kesuksesan yang patut dirayakan.

  2. Berani Berkata Cukup
    Tidak semua peluang harus diambil. Belajar memilih mana yang benar-benar sejalan dengan tujuan hidup dan mana yang hanya mempertebal ego sesaat.

  3. Jadwalkan Waktu untuk Tidak Produktif
    Ironis, tapi penting: jadwalkan waktu untuk istirahat, jalan santai, atau melakukan sesuatu yang tidak ada kaitannya dengan pekerjaan.

  4. Cari Dukungan
    Bicara dengan teman, mentor, atau profesional jika merasa kewalahan. Tidak ada salahnya minta bantuan. Kita manusia, bukan mesin.

Ambisi bisa menjadi bahan bakar luar biasa untuk meraih impian. Tapi jika tidak diimbangi dengan kesadaran diri, itu bisa berubah menjadi bumerang yang menyakiti kita secara perlahan.

Kamu tidak harus “selalu hebat” untuk layak dihargai. Kadang, yang kita butuhkan bukan pencapaian baru, tapi jeda sejenak untuk kembali menjadi manusia biasa—yang boleh lelah, boleh gagal, dan tetap berharga.

Baca Juga : https://blog.kitakerja.co.id/multitasking-level-pro-mengatur-rumah-anak-dan-karier-tanpa-drama/